Sabtu, 06 Desember 2008

Putusan Dewan Kehormatan Advokat

SANG SENIOR

 

 SKORSING untuk ADVOKAT

“ Satu setengah bulan merupakan cuti panjang untuk saya. Saya bekerja sehari 25 jam. That’s my philosophy. I deserve my life. Baru setelah itu saya akan kembali lagi (menjadi pengacara) ”.

Pernyataan sikap dari “Advokat” senior Todung Mulya Lubis yang disampaikan kepada HU Rakyat Merdeka dan dimuat pada tanggal 5 Desember 2008 yang lalu. Sangat mengusik hati dan pikiran. Kenapa memangnya, bukankah boleh-2 saja ber-philosphy seperti itu (kata hatiku). Apa hanya dengan cara seperti itu “ Pengacara “ dalam membela dirinya pada perkara yang menimpa pribadinya. (pikiranku pun ikut berkata).

Didunia ilmu Hukum dan Penegakan Hukum kita pada dasawarsa ini telah selangkah lebih maju dengan berlakunya UU No. 18 tahun 2003 tentang advokat, yang melahirkan PERADI sebagai wadah tunggal dari ke delapan organisasi advokat yang ada (IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, APSI). Meskipun dalam perjalanannya masih terdapat banyak  konflik didalam dan diluar dirinya, mau tak mau harus secara gentlement harus diakui sebagai “Yang Berwenang” dlm UU Advokat.

Dibawah payungan PERADI tak ada lagi sebutan Pengacara Praktek(SK.PT), Advokat (SKMENTRI) kesemuanya lebur menjadi ADVOKAT yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah NKRI.

Tak heran Advokat menjadi orang yang sibuk bahkan supersibuk, sampai-sampai ada yang merasa kurang bilangan jam dalam sehari. Maka tak heran kalau “lupa” akan makan, tidur, ibadah, istirahat dan menikmati hasil kerja, ataukah itu semua merupakan “pekerjaan” entahlah.

Profesi sebagai Advokat adalah profesi yang terhormat, tentunya setiap advokat bahkan organisasi advokat tidak boleh bebas dalam memaknai “terhormat” itu sekehendak hatinya, ada etika yang harus dijunjung tinggi, sebagaimana profesi yang lain. Tidak boleh juga dimaknai secara Hitam dan Putih apalagi memaknainya secara “tidak lazim”.   

Menyoal kepada perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh advokat senior TML, bisa jadi penyebabnya adalah “lupa” (karena pekerjaanya), wajar saja sebagai manusia, dan manakala PERADI sang Legitimator Advokat mencabut kembali/memberhentikanya sebagai Advokat melalui Majelis Kehormatannya, atas aduan dari lawanya, mulailah merasa gerah, dengan men-suport pendirian organisasi tandingan.

Konggres Advokat Indonesia (KAI) semula menurutku bercita-cita luhur, paling tidak telah memikirkan dan mencari jalan keluar terhadap banyak konflik di tubuh PERADI, kini aku sangsi, jangan-jangan telah terjebak atau menjebakkan diri sebagai wadah  Barisan Sakit Hati aktivis advokat.

Sangat tercermin sekali dalam “memeriksa banding” dari Advokat Senior TML, dan hasil pemeriksaannya menyatakan TML bersalah melanggar kode etik advokat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama 1,5 bulan. 

-          Pertanyaannya Berwenangkah KAI memeriksa banding tsb….?

-          Bagaimana Kekuatan Hukum atas Putusan tsb…?

Jawaban (secara logika) berdasarkan tata acaranya (tata cara Dewan Kehormatan Profesi Advokat) jelas KAI tidak berwenang. Lazimnya TML harus melakukan banding di DKA di PERADI mengingat sewaktu sewaktu diadukan TML anggota PERADI kemudian setelah di periksa dan diadili oleh DKA di PERADI dengan sanksi di berhentikan tetap, kemudian menjadi anggota KAI dan mengajukan banding melalui DKA di KAI dan diputus di berhentikan sementara artinya, meskipun tidak ada KORELASI antara kedua Dewan Kehormatan Advokat, keduanya telah sama-sama menyatakan TML bersalah melanggar Kode Etik, tetapi beda dalam sanksinya.    

Saya berkeyakinan KAI pun telah berpikir masak-masak dalam hal ini dan terlihat menganut penafsiran secara Tidak Lazim atas UU Advokat (UUAdvokat yang sama-sama di anut oleh PERADI dan KAI). Sanksi dalam pasal 7 huruf (c) hanya menyebut pemberhentian sementara dari profesi selama 3(tiga) sampai 12 (dua belas) bulan.

Dengan sanksi yang berbeda, menjadikan makin jelas perbedaan cara penafsiran dari kedua ORGANISASI PROFESI ini, dengan demikian kalau Kekuatan Hukum atas Putusan tersebut MENGIKAT, maka dapat dipastikan Profesi Advokat tidak Terhormat lagi dalam arti bebas bertindak sekehendak hati karena tiada sanksi final dalam arti sempit kalau di berhentikan/dicabut izinnya lari ke organisasi lainya kemudian di izinkan kembali, atau sebaliknya.

Saya hanya berharap dalam perkembanganya Putusan Banding DKA KAI tidak mengikat/tidak berkekuatan hukum, karna hanya akan menjadikan “konvensi” (kebiasaan).

Medio 6 desember 2008